Katanya
rumah ini subur, kaya, dan penuh warna, bahkan tongkat kayu dapat jadi
tanaman dan berubah menjadi sebuah asupan. Itu nyata bukan hanya angan
semata, itu terjadi di sini bukan ditempat lain, yap disini ditempat Ibu
pertiwi, namun sayang kenyataan tak selalu sejalan.
Dari sejak
rumah ini dikontrak oleh warna kulit yang berbeda, Soekarno berorasi
memupuk semangat pemuda, hingga mahasiswa yang berorasi hingga meregang
nyawa, rumah ini selalu sama, tak nampak berbeda dibandingkan
sebelumnya, selalu malas untuk melihat kebawah sana.
Penampilan
berbeda terlihat dari sudut lainnya, mereka lelah, lelah untuk selalu
berharap dengan janji yang ada, mereka kalah atas harapan terhadap
nominal angka pada kertas yang kian lama dianggap sebagai Tuhan di dunia. Nominal selalu berkuasa atas belas
kasih dan emosi, perut menjadi urusan utama, sebuah urusan pelik
dibanding politik, tak perlu sehat dan sempurna setidaknya ada, bahkan
tidak tentu 3 hari selalu bisa.
Untuk anda yang berdasi, selalu
berorasi dan mengucap janji kepada kami, apakah anda melihat
dan merasakannya ? kenapa hanya diam ?
0 komentar:
Posting Komentar